-Kesuksesan dan keberhasilan itu hanya soal waktu. tapi sekarang adalah soal cara, soal mengisi dan soal aplikasi-

Sunday, September 26, 2010

Mari Kita Kembali Kampungan

Salah satu trauma masa depan adalah kemacetan jalan raya, bukan karena jalannya yang sempit, bukan juga karena jumlah kendaraan yang membludak, tapi karena satu hal : ketidakdisiplinan penggunanya. Saling srobot di lampu merah, srobot trotoar. Percayalah, dalam keadaan macet, si pengguna jalan bisa melihat trotoar kosong seperti melihat lahan tanpa tuan yang siap digarap. Itu baru masalah jalan. Yang keruwetannya sudah kita rasakan bersama, pagi dan sore hari puncaknya.
Televisi pun demikian juga, terlihat teratur, namun sebenarnya kesemrawutannya mirip dengan jalan raya kita. Pagi hari berita korupsi, siang berita perceraian artis, dan malamnya diisi dengan gemerlap artis sinetron. Demikian pula iklan produk. iklan produk sekarang sudah kian cerdasnya, saking cerdasnya kita pun musti berguru padanya, berguru bagaimana caranya makan biscuit yang benar, yang harus diputer, dijilat dan diclupin terlebih dahulu. Bahkan berguru bagaimana caranya mengusir nyamuk dengan efektif. Kita, tanpa sadar telah belajar banyak menjadi masyarakat konsumtif dan masyarakat yang selalu didikte urusan remeh temeh. Pantas saja keruwetan televisi melebihi jalan raya kita.
Di dunia nyata sudah jelas, di dunia maya pun ruwetnya masyaALLAH…, hanya gara-gaya “keong” saja udah geger, saling claim itu keong milik siapa. Padahal di desa saya keong yang tidak beracun pun banyak, bertaburan. Lagi-lagi itu baru satu masalah saja, masalah “keong” yang sudah menggemparkan. Untuk masalah yang lain, Saykoji, sepertinya paham betul masalah di dunia maya.
Disini saya hanya ingin menyampaikan, betapa kian maju perkembangan jaman betapa keruwetan masalah di dalamnya juga kian pesatnya. Sudah cukup kenyang kita dengan masalah seperti itu, kita butuh istirahat, kita butuh sejenak “melarikan diri” dari kesemrawutan jaman. Maka, adakalanya kita butuh kembali menjadi kampungan. Pura-pura saja untuk tidak mengenal televisi, pura-pura saja alergi dengan kendaraan, dan pura-pura saja tak tahu menahu masalah internet. Menjadi orang kampungan (wong ndeso) ada baiknya. Setidaknya untuk beberapa saat saja.

Nasi Gudangan-Pasar Krempyeng


Jika anda sempat bangun pagi, maka sekali-kali mampirlah ke pasar Krempyeng, dekat lapangan Banaran-Semarang. Tidak harus beli sesuatu, tapi mampir saja, sekedar melihat manusia berjubel disana. Tumpah ruah, berdesakan, banyak sekali, ada bakul jagung, bakul pisang, bakul onde-onde, bakul pete dan bakul sate pun ada. Karena pemandangan itu hanya berlangsung di pagi hari, maka sempatkanlah.
Nasi gudangan jadi “idola” disana, bukan onde-onde. Sudah barang tentu bakul sego gudangan yang paling banyak digerumuti masa. Harganya murah meriah, dan rasanya pun lumayan “mewah”. Lalu kenapa nasi gudangan yang paling banyak dicari? Sekarang saya pun tahu jawabannya : nasi gudangan lebih enak dimakan di pagi hari, tapi kalau sudah lewat pagi, masyaALLAH….biasa saja. Apa lagi jika cara mendapatkannya harus bercucuran keringat, antrean panjang, berdesakan, dan penuh perjuangan, maka pantas saja nasi gudangan bak barang keramat yang diperebutkan. Dari dulu, masyarakat kita sepertinya suka dengan persaingan, untuk beli sebungkus nasi perlu ada sebuah kompetisi disana, saling desak, saling sikut, walau pun di sebuah pasar yang berukuran tidak lebih dari 10 x 10 meter itu. Padahal itu baru nasi, belum yang lain.
Seorang gadis tampak bercucuran keringat, keluar dari desakan masa, melalui antrean panjang, wajahnya sumringah, berdiri seperti hendak berkata : “Bro…, aku baru saja menang perang!!”.

Thursday, September 23, 2010

Lelucon Penyemprot Serangga



Memang, hidup bukan hanya sekedar urusan perut. Tapi, sesekali keluarlah. Lihat orang-orang yang sibuk untuk mengganjal perutnya. Tidak perlu menyalahkan, toh nyatanya semua itu tidak semuanya salah mereka (lebih bijaknya kalau ditambahi kata “kita”). Perut memang aneh, terkadang masalah besar bermula dari sebuah penggiling makanan itu. konon, kasus “kriminal” yang pertama kali dibuat manusia juga berhubungan dengan perut, hingga kakek moyang manusia, Adam, harus tersingkir dari surga. Wow, berarti ini masalah serius ya?
Terlepas dari itu. seandainya, lebih tepatnya “sebenarnya” jika kita mau sedikit rileks dengan urusan itu, masalah perut bukan masalah yang “gawat”, Sederhana, dan tidak perlu didramatisir. Toh itu kan cuma masalah “kosong” dan “isi” saja. Selebihnya cuma fragmen masalah yang diada-adakan. Bahkan, ada kandungan humor tinggi di dalamnya.
Jika ada orang mirip ninja, tapi yang dibawanya adalah tank penyemprot, maka hati-hati. Kl anda belum tau siapa dia, alangkah baiknya lihat saja dulu aksinya. Tapi kalau anda sudah tau, tutup saja pintu. Kecuali kalau anda, atau anak anda baru saja kena penyakit demam berdarah, maka bukakan saja pintunya. Ya, mereka itu penyemprot serangga. Jika anda membukakan pintu, maka sudah dipastikan, lalat, kecoa, dan nyamuk akan anda lihat berserakan, dalam beberapa menit saja, tidak lama. Kematian serangga sepertinya menjadi kepuasan tersendiri bagi anda. Namun, hati-hati, yang puas bukan anda saja. Tukang semprot lebih puas lagi. Makin banyak yang tewas, makin lebar senyumnya. Kalau anda melihat senyuman seperti itu, maka itulah awal sebuah drama. Terlebih jika tukang semprot sudah memberikan “kuitansi” tanda selesai semprot. Relakan saja uang 20 ribu sebagai ganti obat abate.
Itulah drama, drama para pemain perut. Maksudnya, orang yang punya “masalah dengan perut”. Tidak salah, hanya sebuah jasa. Namun, menuntut anda untuk selalu waspada, hati-hati terhadap tukang semprot. Datangnya tak diundang, pulangnya bawa uang. Jika anda sebagai atau pernah jadi “korban”, saat ini, anda pasti tertawa geli dengan tukang semprot serangga. maka di dalam kejengkelan, sebenarnya kita diajarkan untuk berhumor. tukang semprot. Kedatangannya, aksinya, membuat anda bertanya : begitu jorokkah kita, sampai urusan serangga saja harus ditangani tukang semprot segala? Dan lebih jauh lagi anda bertanya : apakah pahlawan sekarang butuh kuitansi??
Ijinkan saya pamit. : assalamualaikum

Friday, June 18, 2010

Tradisi yang Pantas

7 Desember 1941, demikian yang dicatat oleh Encarata Encyclopedia. Terjadi sebuah kejadian besar yang cukup mengejutkan sejarah. Sebuah serbuan kilat jepang atas Pearl Harbor yang sedikitnya menenggelamkan 21 kapal perang, menghancurkan 200 pesawat tempur, dan menewaskan 3000 personel angkatan laut amerika serikat.
Inisiator serbuan gemilang itu adalah Laksamana Isoru Yamamoto yang menunjukan kepada kita arti penting sebuah “Warisan Leluhur”. Perhatikanlah apa yang dilakukan oleh tentara Jepang, terutama pada rudal-rudal torpedik Jepang yang menghancurkan kapal-kapal Amerika saat itu, ternyata rudal-rudal Jepang didesain untuk mengambang di dekat permukaan begitu dijatuhkan dari pesawat tempur ke lautan. Sungguh luar biasa bukan? Artinya, pesawat tempur Jepang tidak menjatuhkan Bom di atas kapal secara langsung. Mereka cukup menjatuhkan rudal torpedik dari arah kejauhan dengan arah yang tepat, dan rudal itu akan meluncur dipermukaan air kemudian menghantam lambung kapal perang Amerika. Anda tahu apa yang membuat rudal itu mengambang? Yups…Kayu dan Bambu.
Memakai kayu dan bambu adalah tradisi jepang yang terlestari. Jepang sangat terkenal komitmennya dengan warisan nenek moyang mereka. Namun, cukup disayangkan ada juga tradisi atau anggapan mereka yang tidak perlu dipertahankan, yaitu anggapan rakyat dan para prajurit jepang bahwa dirinya, Sang Tenno, merupakan turunan langsung Amaterasu Omikami, dewa Matahari. Dengan asumsi itulah, para prajurit jepang tega membungihanguskan banyak negeri, bahkan dengan Kamikaze, karena merasa sedang melakukan pengabdian tertinggi dan membawa tugas suci untuk menebarkan cahaya Matahari ke seluruh penjuru dunia. Betapa mengerikan! Maka dengan bijak, pada tanggal 1 januari 1946, kaisar Hirohito mengumumkan dengan tegas bahwa dirinya adalah manusia biasa yang tak ada sangkut pautnya dengan “kedewaan”
Dan akhirnya pun Kaisar Hirohito sukses mematahkan salah satu tradisi nenek moyangnya yang sangat membahayakan. Itulah gambaran singkat mengenai Jepang dan Tradisinya. Nah, sekarang bagaimana dengan kita? Apakah tradisi yang menyesatkan masih kita anut? Apa saja tradisi menyesatkan itu? Tradisi yang menghambat laju perubahan, perlu bahkan wajib kita tinggalkan. Yang sering saya temui adalah tradisi “jam karet”. Tak patut juga itu disebut tradisi, namun berhubung jam karet sering bahkan hampir selalu terjadi dimana-mana maka tak ubahnya juga disebut tradisi. Disebut sebuah tradisi karena pertama kali berawal dari kebiasaan seseorang, berkembang menjadi kebiasaan kelompok dan jikalau sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama dan sudah menjadi pembiasaan dan kesepakatan entah disengaja maupun tidak disengaja, maka muncullah tradisi. Menyebalkan memang, jika tiap aktifitas selalu saja tidak tepat waktu, dari mulai jadwal pemberangkatan kereta sampai rapat sekalipun tetap saja tidak bisa tepat waktu.

Thursday, January 21, 2010

Tak Ada yang Gratis

Pagi itu, aku duduk di stasiun. Termenung cukup lama menantikan kereta yang datang terlambat. Menunggu sesuatu yang terlambat memang membosankan. Ya, seperti biasa telambat. Sepertinya susah sekali menemukan sesuatu yag tak terlambat disini. Dan ebih gilanya lagi terlambat sudah menjadi kebiasaan yang membudaya.
Kereta lama tak datang membuat mata menjadi ngantuk, bosan dan sedikit membikin emosi, aku putuskan pergi ke toilet hanya untuk sekedar membasuh muka dan tanganku. Sampai di muka pintu terlihat tulisan terpampang dengan jelas dan dengan huruf yang cukup besar pula, tulisan yang sepertinya masih bisa dibaca orang yang menderita mata minus 5 sekalipun, tulisan yang ditulis dengan cat tembok. Rupa-rupanya tulisan itu baru saja dibuat, dengan aroma cat yang masih basah dan bisa dicium oleh orang yang melintasinya. Tulisan di tembok dengan kalimat “ ANDA BERTIKET TOILET GRATIS”.
Jujur, aku senang melihat tulisan itu. Tulisan yang menandakan sebuah kemajuan pelayanan yang diberikan oleh PT KAI. Dengan wajah sumringah aku masuki toilet itu, ku basuh muka dan tanganku, merasa sudah cukup bersih aku pun keluar. Namun……..
Sesosok pria kurus bertopi berdiri tegap manghadang pintu sambil memegang kunci, yang rupa-rupanya kunci itu adalah kunci toilet tadi. Tapi ada yang aneh. Walau diam mulut orang tadi tapi wajahnya seakan-akan berkata “ mas, bayar dulu baru boleh pergi” dan rupa-rupanya benar, orang yang ternyata aku ketahui sebagai penjaga toilet benar-benar meminta uang yang ia sebut sebagai “uang kebersihan”.
Aneh bin ajaib, mungkin itu judul yang tepat untuk kejadian tadi. Menjadi pertanyaan besar dan belum terjawabkan sampai saat ini. Trus apa makna tulisan di tembok? Apakah aku salah baca? Apakah tulisan itu memang salah tulis atau bagaimana? Aku rasa tidak..!!!
Uang, memang benar-benar sudah membutakan semuanya. Bahkan dengan tulisan “ANDA BERTIKET TOILET GRATIS” itu aku merasa dibuat bodoh olehnya….

Wednesday, January 20, 2010

untitled



Dada ini terasa sesak, terhimpit sesuatu yang tak terlihat. Begitu sesak…

Ya allah aku menyesal..!!!
Harus aku bayar dengan apa dosa-dosaku, jika memang dosa itu bisa aku bayar dengan harta pastilah seribu gunung tak akan mampu untuk menesbunya.
Ya allah aku menyesal..!!!
Engkau sering cemburu padaku, namun aku tak sedikit pun mengerti persaanMU, aku bodoh, aku hina, aku kotor. Namun, Engkau tak berhenti untuk selalu setia?
Ya allah aku menyesal..!!!
Engaku tak perlu menunjukan manusia paling hina di muka bumi.
Jika ada manusia paling hitam di muka bumi, pastilah aku orangnya.
Jika ada orang yang paling kelam hatinya, paastilah aku orangnya.
Jika ada orang yang paling busuk, pastilah aku pula orangnya.
Ya allah aku menyesal...!!!
Tunjukan aku jalanMU yang lurus..
Apakah setetes air mata penyesalan bisa membuatMU kembali mencintaiku?
Jika demikian, aku ingin selalu meneteskannya untukMU, hanya untukMU. Bukan untuk yang lain.
Ya Allah, aku ingin mempersembahkan yang terbaik untukMU, sebelum raga ini berpisah dari ruhnya. Amiin…